Langsung ke konten utama

Unggulan

Program Pembebasan PBG: Solusi Hunian Legal bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah

Pembebasan retribusi PBG (persetujuan bangunan gedung) bagi MBR (masyarakat berpengahasilan rendah) ini sangat membantu MBR untuk memperoleh hunian yang layak dan legal tanpa beban biaya tambahan, PBG wajib dimiliki oleh setiap orang yang akan membangun, mengubah, memperluas, mengurangi atau merawat bangunan, yang mana dulu kita kenal adanya istilah IMB (Izin Mendirikan Bangunan) sekarang diganti dengan PBG yang dimulai tahun 2021, penggantian ini bertujuan untuk penyederhanaan perizinan, menyediakan perizinan dengan prinsip memudahkan untuk berusaha (easy of doing business) misalnya dengan menggunakan Sistem Informasi Manajemen Bangunan Gedung (SIMBG) dalam pengajuan PBG, tetapi tetap menjamin keselamatan dan ketertiban tata ruang, jadi apabila memiliki bangunan dengan izin IMB tidak apa tetapi bila ingin merubah, memperluas, mengurangi atau merawat bangunan, maka harus mengunakan PBG bukan IMB lagi, hal ini berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Ker...

Penolakan UU Cipta kerja/Omnibus law

 


Pada saat ini maraknya protes dari masyarakat, mahasiswa dan berberapa elemen masyarakat lainnya untuk menolak Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja / Omnibus Law yang baru saja disahkan menjadi Undang-Undang.

Terlepas dari pengujian yang berdasarkan legal formil atau materil terhadap Undang-Undang tersebut di MK karena pengerjaan ataupun tahap pengajuan di MK sudah cukup banyak terhadap Undang-Undang yang bertentangan dengan UUD 1945 atau konstitusi.

Adapun lembaga yang dapat membatalkan Peraturan Perundang-Undangan terdapat dua lembaga yaitu MK (Mahkamah Konstitusi) dan MA (Mahkamah Agung), jika pada MK peraturan yang diuji adalah peraturan (UU ke atas dalam hirarki Per-UU-an) yang bertentangan dengan UUD 1945 atau konstitusi negara Indonesia sedangkan pada MA peraturan yang diuji adalah peraturan (UU kebawah dalam hirarki Per-UU-an)  yang bertentangan dengan Undang-Undang.

Perubahan hirarki Per-UU-an dari beberapa periode yaitu :

Berdasarkan TAP MPRS XX Tahun 1966 :

1.UUD 1945

2.TAP MPR

3.UU/PERPPU

4.Peraturan Pemerintah

5.Keputusan Presiden

6.Peraturan Menteri; dan

7.Instruksi Menteri

Berdasarkan TAP MPR III Tahun 2000 :

1.UUD 1945

2.TAP MPR

3.UU

4.PERPPU

5.Peraturan Pemerintah

6.Keputusan Presiden; dan

7.Peraturan Daerah

Berdasarkan UU No. 10 Tahun 2004 :

1.UUD 1945

2.UU/PERPPU

3.Peraturan Pemerintah

4.Peraturan Presiden; dan

5.Peraturan Daerah

Berdasarkan UU No. 12 Tahun 2011 :

1.UUD 1945

2.TAP MPR

3.UU/PERPPU

5.Peraturan Pemerintah

6.Peraturan Presiden

7.Peraturan Daerah Provinsi; dan

8.Peraturan Daerah Kabupaten/Kota


Untuk membatalkan atau penolakan atas Peraturan Perundang-Undangan dapat dilakukan dengan cara Judicial Reviu namun dalam Juricial Reviu di MK memiliki prosedur dan waktu lama serta perlu kehati-hatian dalam menjuruskan pasal mana yang hendak diuji dan harus memiliki dasar dan argumen yang kuat dan akan memakan waktu, maka dapat dilakukan dengan alternatif lain dalam menunjukkan penolakan atas Undang-Undang tersebut yakni dengan Legislatif Reviu dan Eksekutif Reviu.

Dalam pembentukan Undang-Undang dilakukan oleh DPR dan presiden yang juga semestinya memperhatikan aspirasi dan kesediaan masyarakat serta tidak bertentangan dengan UUD 1945 sebagai konstitusi negara.  Jika melihat dari aksi demonstran bahwa dapat dilihat mereka meminta DPR dan presiden sediri yang membatalkan Undang-Undang cipta kerja bukan MK dengan menggunakan Legislatif Reviu atau Eksekutif Reviu.

Dan jika ingin menggunakan jalur Judicial Reviu maka sebaiknya hati-hati dan selektif menentukan pasal mana yang akan diuji serta memiliki dasar yang kuat sehingga agrumen dapat dikabulkan oleh MK nantinya.


Kalau kamu merasa artikel ini bermanfaat, yuk share ke teman dan keluarga, supaya kita bisa sama-sama tau! Jangan lupa juga untuk follow blog ini agar kamu nggak ketinggalan artikel lainnya! Semoga bermanfaat yaa...


Komentar

Postingan Populer